BUNGLON

 

BUNGLON

Kebahagiaan? Kebahagiaan apa yang mereka katakan? Aku saja tidak pernah mengenal apa itu kebahagiaan. Menurut kalian berpura-pura dalam menjalani kegiatan sehari-hari itu menyenangkan? Bagiku semuanya terasa seperti menelan paku. Sakit bukan? Ya itulah yang aku rasakan selama bertahun-tahun. Disaat kejadian itu terjadi padaku yang merubah diriku menjadi sosok yang baru. Dulunya aku adalah anak gadis yang periang, cerewet, usil, suka sekali tantangan dan teman-temanku juga sering mengataiku dengan sebutan tomboy. Waktu kecil dulu, aku sering mengerjai anak tetanggaku yang selalu menggangguku di setiap saat. Aku juga sering cerewet kepada orang-orang yang usianya berada di atasku, sampai-sampai mereka membuat julukan ratu nyinyir kepadaku. 

Aku ingat, kejadian yang belum juga hilang diingatanku pada saat aku menginjak Sekolah Dasar. Di sana lah jiwa kenakalannku muncul. Teman-temanku rata-rata laki-laki. Meskipun aku di sekolah termasuk siswa berprestasi, tapi sebenarnya aku juga mempunyai sisi yang buruk. Waktu itu, aku bahkan mengerjai guruku sendiri, sampai-sampai ia tidak masuk selama 2 hari. Aku juga pernah bernyanyi lagu rock dan aku berada di atas kursi dengan sapu yang setia aku pegang. Bahkan aku juga pernah bertengkar dengan teman-teman perempuan, pada saat aku menemukan durian dan tidak mau berbagi dengan mereka. Ya masa-masa kecil itu adalah kenangan yang sangat berarti bagiku di saaat aku sendirian dan menanggung luka yang selama ini aku tahan.

Pada saat aku masuk SMP, banyak orang-orang yang ingin berteman denganku. Akupun dengan senang hati menerima pertemanan tersebut, tanpa memikirkan bahwa orang-orang itu mempunyai niat yang baik atau buruk kepadaku, aku juga tidak terlalu memikirkannya. Mempunyai banyak teman siapa yang menolak? Tentu mengasyikkan bukan? Ya itulah yang aku rasakan. Hari-hariku di sekolah selalu dipenuhi dengan canda dan tawa, pada saat itu aku berfikir bahwa aku tidak bisa hidup bahagia tanpa adanya mereka.

Pada suatu hari pada saat mata pelajaran matematika, aku lupa kalau aku tidak membuat tugas. Aku kelupaan, karena kelelahan mengurus adik-adikku. Meskipun aku siswa yang terkenal pintar, tapi aku juga mempunyai kelemahan pada bidang matematika. Pada saat teman-temanku menanyai tugas kepadaku, akupun menjawab kalau aku belum mengerjakan tugas. Mereka kelihatannya marah kepadaku ditambah lagi kami berdelapan dihukum oleh guru, karena tidak mengerjakan tugas. Saat istirahat, aku mengahmpiri teman-temanku tapi kelihatannya mereka masih marah padaku, buktinya saja aku memanggil mereka tapi mereka hanya menghiraukannya. Aku berfikir positif saja, mungkin  mereka ada masalah dan tidak mau berbagi cerita kepadaku, semoga saja besok segera membaik.

Esoknya, seperti biasa aku pergi ke tempat tongkrongan kami. Di sana aku melihat ada sosok wanita asing yang tidak pernah aku lihat, mungkin saja anak baru. Aku menghampiri mereka dengan senyum mengembang, tapi apa yang aku dapatkan, hanya cibiran. Mereka mengata-ngataiku dengan kata-kata yang tidak mau aku ingat. Mereka bahkan mengatakan bahwa aku selama ini hanya menyusahkan dan paling tidak aku percaya, mereka mengataiku kalau aku selalu mengemis tugas kepada mereka. Padahal selama ini, tugas-tugasku selalu aku kasih kepada mereka, bahkan aku dengan sabar mengajari teman-temanku yang tidak bisa dalam menjawab soal. Mereka sengaja mengata-ngataiku agar aku dinilai buruk oleh anak baru itu.

Semua kebahagian yang aku rasakan hanya sebatas pertengahan Sekolah Menengah Pertama saja. Semuanya berubah di saat aku mengetahui bahwa teman-temanku yang aku anggap seperti saudara semuanya munafik. Selama ini aku hanya dimanfaatkan oleh mereka. Betapa bodohnya aku sampai tidak mengetahui mana yang tulus mana yang busuk. Mereka semua, memanfaatkan diriku yang lugu dan aku tidak menaruh sedikitpun kecurigaan kepada mereka. Semenjak saat itu, aku berubah menjadi sosok yang dingin, pendiam, tidak mau bergaul, dan tidak acuh dengan lingkungan, bahkan ada yang mengatakan kalau aku cuek dan sombong.

Tidak ada yang mau berteman denganku. Semuanya menjauhiku, aku tau karena mereka pasti berfikir yang buruk-buruk tentangku. Dari wajahku saja, mereka bisa menyimpulkan bahwa aku orangnya tidak mau diganggu. Di sekolah aku hanya sendirian, hanya buku yang selalu menemaniku. Buku itu hanya sebagai pencitraan saja, aku juga tidak membacanya. Aku sering tersenyum palsu, di saat orang-orang secara terang-terangan menunjukkan rasa ketidaksukaannya dengannku. Bagaimana perasaan kalian, jika kalian diposisiku? Menangis bukan? Bagiku, tidak ada kata menangis. Menangis itu hanya untuk orang yang lemah, ya aku sangat membencinya.

Beranjak ke kelas VIII, aku menemukan teman yang menerima sifat aku apa adanya. Dia tidak mengeluh dengan sikapku. Meskipun sedikit bahagia, tapi aku juga menaruh kecurigan kepadanya. Apa dia sama dengan teman-temanku yang dulu? Apa dia hanya ingin memanfaatkanku?  Dan masih banyak pikiran-pikiran negatif yang muncul dikepalaku. Aku kali ini harus was-was jangan sampai kecolongan lagi. Tahun demi tahun terus berganti, tak terasa sekarang aku sudah duduk di kelas X. selama beberapa tahun ini, hanya dia yang selalu mengerti dengan keadanku, sedikit demi sedikit akhirnya aku luluh dengan sikapnya. Dia selalu sabar dengan sikapku bahkan aku juga sering menjauhinya tapi dia selalu saja mengejarku. Aku yakin bahwa dia itu berbeda dari yang lainnya. aku memutuskan untuk menjalin persahabatan dengannya. Aku ingin merasakan aku yang dulu kembali lagi sekarang.

Di sekolah, aku dan dia berbeda kelas. Kami akan bertemu pada saat jam istirahat saja dan itupun di kelasku. Aku memang masih sulit bergaul dengan yang lain dan tentunya pendiam. Aku tidak tahu, bahwa sifat itu sudah mendarah daging didiriku. Itu semua disebabkan karena,  rasa sakit itu masih terlalu berbekas dihatiku. Persahabatan kami berjalan dengan baik dan bahkan sekarang aku juga mempunyai beberapa teman dari temannya dia. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, belajar bersama dan masih banyak lagi. Aku berdoa kepada Tuhan, semoga saja itu bukan kebahagiaan semata.

Hari ini, kami lulus SMA. Kami memikirkan universitas mana yang akan kami ambil. Kami memutuskan untuk kuliah di tempat sama. Akhirnya aku dan mereka diterima di salah satu universitas negeri di kota Padang. Kami pun tidak bisa membendung rasa bahagia kami, meskipun kami berbeda-beda fakultas tapi kami berjanji bahwa setiap akhir pekan kami akan berkumpul bersama. Entah keberuntungan atau tidak, aku dan dia masuk ke fakultas yang sama, hanya program studi saja yang berbeda.

Di tempat kuliah, aku masih sama seperti waktu SMA dulu. Teman-temanku hanya mereka saja, aku lihat teman-teman kuliahan yang sekelas denganku tidak terlalu menyukaiku bisa dilihat dari sikap mereka saja. Di kelas aku juga sering sendiri, di saat dosen tidak masuk aku hanya bermain-main dengan handphone sambil menonton youtube. Sedangkan yang lainnya sedang mengobrol sambil ketawa-ketawa. Apakah aku iri? Tentu saja. Bahkan aku iri dengan teman-teman sekelasku yang mempunyai sahabat. Sangat berbanding terbalik denganku. Aku juga ingin merasakannya, tapi karena sifatku ini mustahil rasanya.

Selama aku di kampus, aku merasa asing. Begitupula dengan teman-temanku. Mereka sama saja dengan teman-temanku waktu SMP. Mereka akan datang di saat mereka ingin meminta bantuan berupa tugas kepadaku. Di chat aku dan mereka terlihat seperti teman yang sudah dekat. Padahal aslinya, pada saat di kelas semuanya hanya diam paling-paling tersenyum tipis dan tidak menganggap keberadaanku. Akupun juga tidak bisa marah, soalnya kejadian ini sudah pernah aku rasakan.

Aku bukan anak psikologi, tapi semenjak kejadian itu. Aku bisa mengetahui sifat asli dari semua orang. Baik itu mereka berbohong, bermuka dua dan masih banyak lagi. Aku bisa melihat dari gerak-geriknya bahkan matanya. Tapi aku seolah-olah tidak tahu tentang karakter dari masing-masing mereka, aku hanya ingin mengikuti alurnya saja. Marah? Aku tidak bisa, karena itu akan berdampak buruk bagi kesehatanku. Lebih baik aku tetap seperti ini yang selalu terlihat tenang.

Saat pulang kuliah, aku tidak sengaja bertemu dengan dia di tangga, dia terlihat bahagia sekali dengan teman-teman barunya. Akupun menghampirinya dan tersenyum seperti biasa kepadanya. Diapun memperkenalkan aku dengan teman-temannya, tapi aku rasa ada yang aneh. Tidak seperti biasanya dia bersikap seperti ini kepadaku, bahkan keberadaanku seperti tidak dianggap olehnya. Dia hanya sibuk dengan teman-temannya, bahkan dia tidak menyadari kalau aku sudah pergi dari sana. Kejadian ini, mengingatkan aku kemasa-masa yang aku benci. Apakah ini akan terulang kembali?

Hari demi hari terus berganti, hubunganku dengan dia tidak sehangat dulu lagi. Dia sekarang yang lebih mementingkan teman-teman barunya dibanding aku. Aku cemburu? Ya wajar, karena selama ini aku merasa diprioritaskan. Aku ingin semua orang peduli dan perhatian kepadaku seperti dulu. Apakah aku egois? Ya tentu saja. Aku masih ingat pada saat aku minta tolong untuk mengantarkan aku ke stasiun,  dia tidak mau dengan alasan dia mau merayakan ulangtahun temannya. Dari sana, aku sadar bahwa aku tidak dibutuhkan lagi. Dia berubah dengan berjalannya waktu. Kalian tahu, bagaimana aku bisa bersikap tenang dan seolah tidak terjadi apa-apa denganku dihadapan semua orang? Padahal aku sedang mengalami masalah berat, tapi orang-orang melihatku kalau aku bahagia dengan kesendirianku. Semua itu aku lakukan dengan kepalsuanku, aku hebat bukan mengelabuhi semua orang?

Di rumah kalian tidak akan mengenalku, aku tetap memerankan peranku dengan baik. Di rumah bahkan aku bercerita mempunyai banyak teman dan lain-lain yang membuat orangtuaku senang. Aku tidak mau kalau mereka tahu yang sebenarnya, mereka akan sedih nantinya. Selama di rumah aku juga berusaha menjadi kakak yang baik bagi mereka, walaupun itu berat aku lakukan. Aku senang di saat adik-adikku tertawa lepas tanpa beban sama sekali, aku bahkan rela kalau aku juga sering menjadi sasaran bagi mereka. Misalnya, kalau mereka bertengkar, akulah yang akan kena. Aku sering kena tendang, pukul dan bahkan kena tampar. Aku tahu, mereka tidak sengaja, mereka masih kecil. Aku rela kalau badanku sakit-sakit semua asalkan adik-adikku tidak merasakannya. Tapi aku kadang lepas kendali dan bahkan sampai memarahi mereka. Itu karena, orang tuaku yang selalu memarahiku. Apalagi di saat adik-adikku terluka, yang akan disalahkan adalah aku, karena aku anak paling tua.

Kadang aku merasa kalau aku di rumah akan sedikit tenang dan tidak memikirkan masalahku. Tapi aku rasa sama saja. Kadang aku tidak suka di rumah, kadang juga sebaliknya. Yang paling aku benci saat aku di rumah adalah, pada saat aku pulang. Aku disuruh membersikhan rumah padahal badanku lelah, tapi bagaimanapun membantu orang tua juga merupakan kewajibanku. Aku sering merasa iri dengan adikku, yang jarang sekali bekerja membersihkan rumah. Aku tidak tahu dari mana sifat pemalas yang didapatnya. Kalau dia tidak bekerja, otomatis semua pekerjaan dilimpahkan kepadaku. Mau membantah tapi takut dosa, yang aku lalukan hanya mengumpat di dalam hati.

Di kos, aku juga mempunyai dua teman yang dekat denganku, kami berbeda fakultas. Awalnya aku juga pendiam di kamar, tapi karena energi positif dari temanku akhirnya aku bisa menjadi sosok yang dulu lagi. Di kamar kami sering melakukan kegiatan gila, seperti mengadakan konser tengah malam dan yang lain-lain. Intinya semua kegiatan itu membuat aku tertawa. Tapi itu hanya sementara, di saat aku sadar bahwa mereka juga sama saja. Buktinya saja pada saat aku sakit, mereka tidak memperdulikanku mereka hanya mengatakan kalau lain kali jangan terlambat makan dan akupun hanya mengiyakannya. Padahal waktu mereka sakit, akulah yang bertindak cepat dengan cara memastikan apa mereka sudah minum obat dan masih banyak lagi. Dan semenjak itu, aku mulai berakting lagi. Berat? Ya sudah tugasku.

Aku sering sakit-sakitan, tapi semua itu hanya aku yang tahu. Aku sering menyembunyikan penyakitku dari orang-orang termasuk keluargaku. Kalau di rumah, jika penyakitku kambuh aku akan tidur, kadang-kadang orang rumah menyuruhku membersihkan rumah. Karena aku tidak mau mereka curiga, akupun melakukannya. Tapi kalau badanku panas, orang tuaku akan marah kepadaku kalau aku tidak memberi tahu mereka. Karena mereka pasti tahu dengan meletakkan telapak tangannya di keningku di saat kerjaanku hanya tidur saja. Kalian tahu tidak, kebiasaan apa yang aku lalukakn di saat aku lagi bersedih dan itupun pada malam hari? Ya, aku menangis, padahal aku membencinya. Tapi walaupun aku menangis, tidak ada yang mengetahuiku. Aku menangis di dalam kegelapan, hanya aku dan Tuhan yang tahu. Di saat itulah aku bisa mencurahkan segala isi hatiku. Menangis akan membuat aku sedikit tenang dan meringankan beban di otakku.

Hal yang paling merepotkan bagiku adalah di saat penyakitku kambuh dan tidak ada yang mengetahuInya. Apalagi jika aku terlalu memikirkan permasalahan yang terjadi denganku, kepalaku rasanya ingin pecah ditambah lagi dengan sakit dibagian dada. Rasanya aku ingin mati, karena aku ingin bebas dari segala permasalahan yang tidak datang henti-hentinya. Apalagi ditambah dengan aku yang penyakitan. Bunuh diri? Juga sering terpikirkan olehku, tapi aku terlalu pengecut untuk melakukannya. Aku rasa selama ini aku hidup hanya untuk merepotkan dan menyusahkan semua orang, bahkan aku sempat menyalahkan Tuhan karena tidak adil kepadaku. Aku menginginkan kebahagiaan, aku tidak ingin melakukan kepalsuan yang membuatku semakin menderita. Semoga penyakitku ini, bisa membawa aku pergi dari sini. Aku hanya ingin melihat mereka bahagia tanpa adanya aku. Kalau aku mati, orang-orangpun tidak akan bersedih.

Setelah kalian membaca ceritaku ini, aku harap kalian tetap seperti biasa kepadaku. Aku tidak butuh rasa kasihan atau tatapan benci dari kalian. Yang aku butuhkan cukup berpura-pura saja kalau kalian tidak membaca ceritaku. Aku ingin semuanya seperti waktu pertama kali kalian mengenalku. Jika kalian menampakkan wajah kasihan dan penyelasan untukku atau bahkan secara terang-terangan membenciku, lebih baik jangan kalian tunjukkan kepadaku. Itu semua akan membuat aku semakin terpuruk dan semakin stress. Aku hanya ingin kehidupannku kembali datar seperti dulu, tanpa ada yang mengetahui rahasia yang aku simpan selama ini. Jangan ingatkan segala sifatku yang berubah-berubah, karena aku membenci diriku sekarang. Bunglon? Ya itulah sebutan yang pantas untukku.

Komentar

Postingan Populer