ALAM PIKIRAN MISTIS, ONTOLOGIS DAN FUNGSIONAL

METODOLOGI ILMU BUDAYA

ALAM PIKIRAN MISTIS, ONTOLOGIS DAN FUNGSIONAL





 

 




RARA HASMIRNA DEWI

 

18017085

 

 

 

 

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020


 

KATA PENGANTAR

 

Puji Syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Berkat dan Karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan bacaan saya yang berjudul “Alam Pikiran Mitis, Ontologis dan Fungsional

Laporan bacaan ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan bacaan ini. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Metodologi Ilmu Budaya Bapak Dr. Abdurahman, M.Pd. Sekaligus rekan-rekan yang juga ikut membantu dalam pembuatan laporan bacaan ini sehingga tugas ini selesai pada waktunya.

Laporan bacaan ini saya akui masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan, baik berupa komentar, tanggapan, saran maupun kritik yang bersifat membangun.

Saya harap semoga laporan bacaan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bisa menginspirasi semua orang.

 

 

      Pariaman, 15 September 2020

                                                                                                                                         

 

 

      Penulis


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Manusia dan budaya adalah sebuah kesatuan yang sulit untuk dipisahkan, karena budaya merupakan warisan yang ada di suatu daerah yang setiap daerah pasti mempunyai budayanya masing-masing. Salah satu contohnya budaya yang ada di masyarakat Pariaman salah satunya adalah Tabuik. Tabuik merupakan sebuah tradisi yang ada di Pariaman. Tabuik biasanya di lakukan 1 kali dalam setahun. Banyak masyarakat luar kota bahkan turis yang datang yang untuk melihat Tabuik tersebut.

Setelah kita paham apa itu budaya, selanjutnya kita akan membahas tentang alam pikiran budaya menurut Van Peursen. Ia mengelompokkan alam pikiran menjadi 3, yaitu alam pikiran mistis (Berkaitan dengan mitos), alam pikiran ontologis dan alam pikiran fungsional. Menurut sumber yang saya baca, masyarakat di zaman sekarang paling banyak menggunakan alam pikiran ontologis dibandingkan dengan kedua alam pikiran lainnya. Dan alam pikiran yang sudah jarang ada pada masyarakat adalah alam pikiran mistis. Biasanya alam pikiran mistis tersebut hanya ditemukan di daerah pedesaan. Meskipun ketiga alam pikiran tersebut mempunyai ciri khas masing-masing, kita sebagai masyarakat harus tetap melestarikan budaya tersebut, karena bagaimanapun budaya tersebut adalah warisan yang diturunkan secara turun temurun.

 

B.  Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan alam pikiran mistis?

2. Apa yang dimaksud dengan alam pikiran ontologis?

3. Apa yang dimaksud dengan alam pikiran fungsional?

4. Apa saja contoh-contoh dari ketiga alam pikiran tersebut?

5. Bagaimana sikap kita terhadap budaya?


C. Tujuan Penulisan

1.                 1. Untuk mengetahui apa itu alam pikiran mistis

2. Untuk mengetahui apa itu alam pikiran ontologis

3. Untuk mengetahui apa itu alam pikiran fungsional

4. Untuk mengetahui contoh-contoh dari  ketiga alam pikiran 

5. Untuk mengetahui  sikap kita terhadap budaya

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Strategi Alam Pikiran Mistis

Menurut pendapat saya, yang disebut dengan alam pikiran mistis adalah alam pikiran yang berhubungan dengan hal-hal gaib. Alam pikiran mistis ini, sering kita jumpai di perdesaan, yang mana masyarakat masih banyak yang percaya akan hal-hal gaib tersebut. Alam pikiran mistis ini dulunya banyak dipercayai oleh masyarakat kuno, yang mana ia percaya dengan hal-hal yang mereka temukan, dan menganggap bahwa apa yang ditemuinya itu berisi kekuatan yang nantinya akan membantunya. Meskipun sekrang sudah zaman modern, tapi alam pikiran mistis ini tetap ada dan dipercayai oleh masyarakat sekitar.

Menurut Van Peursen (1988:18), dalam alam pikiran mistis, hubungan manusia (Subjek) dengan dunia (objek) bersifat saling meresapi, sehingga terjadi saling membelit antara keduanya. Diyakini adanya pengaruh timbal balik, dan objek dipercayai memiliki kekuatan tersembunyi. Benda-benda tertentu diyakini memiliki daya mitos, sehingga subjek (manusia) diyakini mendapat pengaruh dari benda yang diyakininya tersebut.

Dengan sendirinya di dalam tahap ini magis menjadi begitu berperan, sehingga manusia tidak mempunyai kepercayaan diri untuk menguasai dan mengelola alam dan bahkan hidupnya sendiri. Jadi kesimpulannya, alam pikiran mistis ini adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan, seperti dipentaskan dalam mitologi-mitologi bangsa-bangsa primitive.

 

B.     Alam Pikiran Ontologis

Alam fikiran manusia mengambil jarak (distansi). Pada tahap ini manusia mulai bertanya tentang dunia. Manusia yang tidak lagi ada dalam lingkaran kekuasaan mitis, tetapi secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal. Dalam tahap ini manusia mulai mengambil jarak terhadap segala sesuatu yang dirasakan mengepung dirinya. Keadaan manusia dalam alam pikiran mitis masih terkungkung dalam lingkaran dunia. Di mana dalam alam pemikiran mitis, manusia takut terhadap dunia dan merasa inferior berhadapan dengan dunia. Dan fungsi dari alam pikiran ontologis itu adalah membuat suatu peta mengenai segala sesuatu yang mengatasi manusia.

 

C.    Alam Pikiran Fungsional

Pemikiran fungsional adalah titik klimaks yang mulai diragukan banyak orang karena menjadikan manusia sebagai objek dan budak-budak teknologi. Pasca pemikiran fungsional, kata Mulkhan, lahirlah kecenderungan neo-tradisionalisme, yang ditandai banyaknya kampus-kampus dan kehidupan kota besar yang serba rasional kembali menyuarakan spiritualisme baru, seperti diskusi religi, pengajian, remaja mesjid, dan lain-lain. Pemikiran fungsional ini selalu terkait dengan lainnya dalam kerangka kebertautan.

Dalam pemikiran fungsional, manusia dan dunis saling menunjukkan relasi antara yang satu dengan yang lain. Manusia sebagai subjek masih berhadapan dengan dunia, tapi bukan lagi dunia yang bulat. Segala sesuatu bersifat kontekstual yang artinya dunia harus dimaknai dengan melihat konteks. Dalam pemikiran fungsional, pengetahuan sangat berperan penting. Pengetahuan yang dimaksud bukan hanya teori melainkan lebih ke praktek, bukan lagi hafalan tetapi pengertian akan bagaimana fungsinya symbol-simbol itu digunakan dalam kehidupan.

 

D.    Contoh Ketiga Alam Pemikiran

 

a.       Alam Pikiran Mistis

Pada alam pikiran mistis, dimana manusia masih menggangap bahwa alam mempunyai kekuatanya. Contohnya adalah dikepulauan Mentawai, terdapat Turuk Langgai yang merupakan tarian budaya yang menyimpulkan binatang yang ada di lingkungan mereka tempati. Dalam Turuk Langgai, liukan tubuh dan rentakkan kaki penari mengikuti irama gendang seperti menirukan tingkah hewan seperti elang, ayam bahkan monyet. Menurut salah seorang tokoh masyarakat di Mentawai, mereka melakukan tarian itu karena semua aktivitas keseharian mereka selalu berkaitan dengan alam. Semua tarian itu memiliki makna dan arti menyatu dengan lingkungan yang mereka tempati dan memiliki kearifan dalam menjaga lingkungannya.

Selain contoh di atas, juga ditemukan contoh alam pikiran mistis lainnya, seperti mereka yang percaya bahwa dukun dapat menyembuhkan penyakit mereka dibandingkan dengan dokter. Terjadinya penyusutan air laut, ikan-ikan keluar dari laut dan burung-burung bertebangan kesana-kemari dipercaya akan terjadi musibah seperti Tsunami. Selanjutnya di kampong saya masyarakat masih percaya dengan tanaman yang menyebabkan kematian. Salah satu contohnya adalah tanaman sao, yang mempunyai khasiat panas. Jika kita menanamnya di depan rumah, maka anggota keluarga akan sakit-sakitan dan bahkan meninggal dan terkahir masyarakat Jogja yang mempercayai ratu pantai selatan Nyi roro Kidul.

b.      Alam Pikiran Ontologis

Pada alam pikiran ontologis ini, manusia telah jauh berkembang dan tidak ada ritual kepercayaan kurban untuk alam. Contohnya sikap ontologis ini terlihat dalam diri seorang seniman ekspresionis konstriktivis Wasily Kandinsky (1866-1944), pada tahun 1910 ia menulis teori dalam sebuah buku yang berjudul “Uber das Geistige in Der Kunst” yang menjadi pegangan bagi kelompok atau para penganutnya. Selain itu contohnya juga ditemukan pada ritual yang ada di Pelabuhan Ratu yang diadakan setiap tahun untuk mandi suci dan situs megalitikum di Gunung Padang.

c.       Alam Pikiran Fungsional

Pada alam pemikiran ini, manusia telah jauh dari alam dan alam hanya dijadikan alat sember daya manusia. Contohnya adalah dapat ditemuan di lukisan Affandi tentang “Pengemis Tidur” yang menggugah kesadaran social (BP. ISI, 1991 : dalam Hadi, 2006 : 292). Contoh lainnya juga ditemukan di Kampung Naga yang berada di Sunda dengan masyarakat yang masih memegang kebudayaan Sunda dan banyaknya para pedagang dari objek wisata Gunung Padang.

 

E.     Sikap Budaya

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan suatu sistem gagasan, tindakan, serta hasil karya manusia dalam kehidupan.  Sikap kita terhadap budaya adalah kita tidak boleh menyinggung atau melecehkan kebudayaan orang lain. Kita harus saling menghargai budaya antar daerah. Selain itu, kita harus tetap melestarikan budaya tersebut, jangan karena kita sebagai generasi muda, kita dengan seenaknya meninggalkan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur kita dan membuat budaya baru yang bernuansa modern atau ditentang oleh masyarakat. Selain itu, jika kita tidak menyukai budaya di daerah orang tersebut misalnya daerah tersebut masih kental percaya dengan hal-hal gaib yang menurut kita sebenarnya tidak ada dan itu hanya pemikiran yang salah, sikap kita adalah kita hanya mengikuti saja tanpa memprotesnya. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa budaya merupakan warisan para leluhur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Masing-masing wilayah harus mempunyai budayanya sendiri. Jadi sangat sulit ditemukan bahkan tidak ditemukan sebuah daerah yang tidak mempunyai budaya, karena budaya dan manusia itu seperti sepasang kekasih, yang saling melengkapi dan susah untuk dipisahkan.

 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Budaya adalah warisan leluhur yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya. Menurut Van Peursen, budaya memiliki 3 alam pikiran, yaitu alam pikiran mistis yang mana masyarakat masih kental dengan hal-hal yang berhubungan dengan gaib atau mitos di sebuah daerah. Contohnya masyarakat masih percaya bahwa dukun dapat menyembuhkan penyakit. Selanjutnya alam pemikiran ontologis, yang mengkaji tentang manusia yang tidak lagi ada dalam lingkaran kekuasaan mitis, tetapi secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal. Contohnya terlihat dalam diri seorang seniman ekspresionis konstriktivis Wasily Kandinsky (1866-1944) dan terakhir alam pikiran fungsional, yang mana manusia telah jauh dari alam dan alam hanya dijadikan alat sember daya manusia. Contohnya adalah dapat ditemuan di lukisan Affandi tentang “Pengemis Tidur”. Materi terakhir tang dibahas adalah tentang sikap budaya. Maksudnya adalah sikap kita terhadap budaya. Intinya sikap kita adalah kita tidak boleh menyinggung budaya yang ada di suatu daerah dan yang perlu kita lakukan adalah tetap melestarikan budaya yang ada di daerah kita masing-masing.

 

B.     Saran

Sebaiknya dengan adanya buku-buku sumber lain yang membahas mengenai materi ini, diharapkan Mahasiswa lebih giat lagi mencari buku-buku sumber lainnya agar pengetahuan dan wawasannya semakin meningkat, selain buku Mahasiswa juga bisa mencari sumber lain yang berbentuk online, seperti jurnal, skripsi dan lain-lain.


DAFTAR PUSTAKA

 

Arkhedion dan Fabianus. Alam Pikiran Manusia Menurut Van Peursen. Diambil kembali dari https://www.academia.edu/22254329/Alam_Pikiran_Manusia_menurut_Van_Peursen

Koentjaraningrat. 1990. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Nirwana, A. Teori Seni Dalam Tiga Tahap Kebudayaan. Dipetik Oktober 20, 2012, dari https://www.slideshare.net/AdityaSasongko/teori-seni-dalam-tiga-tahap-kebudayaan

Peursen, V. 1988. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Rasyid, A. 2015. Mistik, Ontologis, Dan Fungsional (Budaya Hukum Islam: A New Perspective. Al-Risalah, 40-57.

 

 

 


Komentar

Postingan Populer